SEKITAR KITA

Upacara Adat Ngetung Batih di Trenggalek Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda

Diterbitkan

-

PENGHARGAAN: Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, saat memberikan Sertifikat Penghargaan untuk warisan budaya kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Trenggalek, Edy Soepriyanto. (ist)

Memontum Trenggalek – Upacara Adat Ngetung Batih, sebuah tradisi adat masyarakat Kecamatan Dongko, Kabupaten Trenggalek, telah resmi dinyatakan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Upacara adat ini, masuk dalam kategori adat istiadat oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Sertifikat penghargaan untuk warisan budaya, ini diberikan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Trenggalek, Edy Soepriyanto, dalam rangka East Java Tourism Awards 2023, yang berlangsung di Taman Chandra Wilwatikta, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan.

“Alhamdulillah, upacara adat Ngetung Batih asli Kecamatan Dongko sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Kementerian. Ini tentu sangat membanggakan,” kata Sekda Edy saat dikonfirmasi, Kamis (02/11/2023) tadi.

Diketahui, dalam Bahasa Jawa, Ngitung Batih memiliki arti menghitung keluarga (batih). Diharapkan, dengan berkumpulnya seluruh anggota keluarga ini dapat membawa keberkahan dan kemudahan dalam mencari rezeki.

Baca juga:

Advertisement

Setiap tahun, Ngitung Batih dilaksanakan bertepatan dengan penanggalan tahun baru 1 Muharam atau 1 Suro oleh masyarakat Kecamatan Dongko. Upacara tersebut, diawali dengan kirab dayang-dayang yang membawa takir plontang (makanan dalam mangkuk daun). Serta tumpeng dari jalan raya Dongko menuju pendapa kecamatan.

Kemudian, upacara dilanjutkan dengan murwakala dengan harapan doa bersama agar dijauhkan dari marabahaya. Lalu dayang-dayang yang juga mengisi rangkaian prosesi menjadi perwujudan dari anggota keluarga yang hadir.

“Semoga apa yang sudah kita raih ini membawa berkah kepada semua masyarakat utamanya di Kabupaten Trenggalek. Dan warisan budaya ini bisa dilestarikan dan diturunkan kepada anak cucu kita nanti,” harapnya.

Kearifan lokal dalam ragam kegiatannya, memiliki filosofi dan sarat makna. Termasuk, simbol kebaikan ekonomi dengan melepaskan ayam yang kemudian diperebutkan oleh warga untuk dipelihara agar bisa berkembang biak untuk menambah penghasilan.

Tidak heran, prosesi adat Ngitung Batih ini selalu menjadi daya tarik masyarakat. Selain berbagai kegiatan, adat Ngitung Batih secara tidak langsung menjadi sarana komunikasi antar masyarakat di sepuluh desa tersebut. Dengan tidak mengurangi kesakralannya, adat Ngitung Batih menjadi wisata budaya dan diharapkan berdampak pada perekonomian masyarakat. (mil/sit)

Advertisement
Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas