SEKITAR KITA

Berkunjung ke Trenggalek, Deputi BMKG sebut Sejumlah Penyebab Bencana

Diterbitkan

-

Berkunjung ke Trenggalek, Deputi BMKG sebut Sejumlah Penyebab Bencana
KUNJUNGAN: Sekretaris Daerah Trenggalek, Edy Purwanto, saat menerima kunjungan perwakilan BMKG di Trenggalek. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Pasca banjir yang terjadi pada Selasa (18/10/2022) lalu, Deputi Bidang Meteorologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beserta jajaran, melakukan kunjungan ke Kabupaten Trenggalek. Kunjungan ini dilakukan, menyusul beberapa kejadian bencana hidrometeorologi basah yang terjadi di Kota Keripik Tempe.

Dalam kunjungannya kali ini, BMKG juga dalam rangka untuk melakukan survey terhadap bencana-bencana di Trenggalek. Sehingga, dampaknya ke depan dapat diminimalisir.

“Saat ini ada 77,5 persen wilayah di Jawa Timur, memasuki musim hujan yang puncaknya akan terjadi pada Desember 2022 dan Januari 2023,” kata salah satu Deputi BMKG, Guswanto, Rabu (26/10/2022) siang.

Sedangkan, sambungnya, wilayah yang belum masuk musim hujan ada di wilayah Tapal Kuda dan sebagian di Madura. Bencana hidrometeorologi di beberapa tempat, menurut BMKG disebabkan oleh cuaca ekstrem.

“Kita lihat pada periode musim hujan tahun 2022-2023. Artinya, ini akan kita lihat hingga nanti Maret tahun 2023. Semoga saja, indeks Laninanya menuju normal,” terangnya.

Advertisement

Dalam kunjungannya ke Trenggalek ini, disampaikan juga sekaligus survey lapangan. Mengingat, dalam kurun waktu beberapa hari terakhir, ada beberapa bencana hidrometeorologi ekstrem. Seperti banjir, tanah longsor dan tanah gerak.

Baca juga :

Pihaknya, pun akan melakukan survey seberapa parah kejadiannya dan seberapa besar dampaknya. Harapannya, dampak bencana hidrometeorologi di Trenggalek, bisa dikurangi. Artinya, tidak ada korban jiwa dan juga dampak lainnya.

“Yang penting itu, kita melihat bagaimana tanah longsor itu terjadi. Kemudian, bagaimana landscapenya hingga lereng di lokasi itu. Karena, curah hujan itu hanya faktor pemicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Sedangkan faktor lainnya adalah lingkungan, daya dukung dan daya tampung lingkungan. Misalnya lereng, itu lebih dari 15 persen. Ini, tentu saja sangat membantu terjadinya bencana hidrometeorologi,” jelas Guswanto.

Dirinya mengatakan, untuk longsor di Trenggalek, terjadi karena adanya perpaduan antara tanah yang sudah lama kering. Kemudian, terjadi hujan sehingga terisi air hujan. Maka dengan begitu, terjadi longsor.

“Kalau dipicu gempa bumi, sampai sekarang ini kita lihat belum ada gempa bumi besar yang terjadi di Trenggalek. Jadi saya rasa, masih jauh dari tanah longsor yang diakibatkan oleh patahan di Trenggalek. Ini, sebagian besar disebabkan oleh tanah kering, kemudian diisi oleh hujan. Sehingga, berat jenis ini ada kelebihan masa,” jelasnya.

Advertisement

Untuk masih layak dan tidaknya dijadikan pemukiman, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, itu pun menegaskan pihaknya perlu melakukan survey. Apakah, lokasi itu masih layak dan tidak untuk ditinggali manusia. Jika layak ditempati, maka bisa diusahakan. Tetapi, kalau tidak aman pihaknya juga akan disampaikan ke Pemerintah Daerah setempat.

“Intinya kita lihat dahulu, apakah layak ditinggali masyarakat ataupun untuk pertanian. Seperti sawah atau perkebunan (tegalan),” ujar Guswanto. (mil/gie)

Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas