Politik

Data Usulan SIPD Tak Lengkap, Unsur Pimpinan DPRD Trenggalek Gelar Rakor

Diterbitkan

-

Data Usulan SIPD Tak Lengkap, Unsur Pimpinan DPRD Trenggalek Gelar Rakor
KETERANGAN: Wakil Ketua DPRD Kabupaten Trenggalek, Agus Cahyono, saat ditemui usai Rapat Pimpinan di ruang Banmus. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Sikapi pokok pikiran (Pokir) usulan DPRD pada RKPD 2023, unsur pimpinan DPRD Kabupaten Trenggalek, menggelar rapat koordinasi di ruang Banmus Kantor DPRD, Kamis (14/04/2022) tadi. Rakor ini dilakukan, dengan melibatkan Ketua Komisi yang didampingi dengan tim pendamping.

“Rapat pimpinan kali ini membahas terkait kelengkapan data kegiatan usulan. Salah satunya, lewat reses dan aspirasi yang dimasukkan lewat Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD). Pasalnya, hampir semua data masih kurang lengkap. Sehingga, OPD belum bisa mendeteksi masuk kewenangannya atau bukan,” tegas Wakil Ketua DPRD Kabupaten Trenggalek, Agus Cahyono, saat dikonfirmasi, Kamis (14/04/2022) siang.

Dikatakan Politisi PKS ini, dari beberapa data yang sudah masuk dikembalikan untuk dikoreksi dan dilakukan perbaikan. “Hampir semua usulan kurang lengkap datanya. Misalnya, usulan di Dinas PUPR untuk pembangunan peningkatan jalan dan pavingisasi. Penempatan dan titik koordinat sekarang dalam proses perbaikan,” imbuhnya.

Diketahui, sebelumnya sudah ada tindaklanjut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan catatan aset. Dari data yang kurang valid tersebut selanjutnya akan dikoordinasikan dengan masyarakat pengusul, untuk melengkapi ruas jalan yang sesuai untuk dibangun.

Baca juga :

Advertisement

“Sejak awal, OPD ingin data yang valid. Sehingga, itu menjadi kewenangan nya dan ketika OPD mau membangun langsung bisa dicatat sebagai asetnya pemerintah daerah. Kalau tidak sesuai tupoksinya nanti kita geser ke OPD yang berwenang,” terang Agus.

Disinggung terkait pelaksanaan pekerjaan pembangunan yang masuk SIPD dan asetnya harus bersertifikat pemerintah daerah, Agus mengaku, bahwa hal itu diperbolehkan. Asalkan ada Memorandum of Understanding (MoU) atau nota kesepakatan sebelumnya.

“Kalau dahulu, boleh membangun di tanah bukan milik pemerintah daerah, akan tetapi harus ada MoU. Misal MoU selama 20 tahun yang mana nanti nilai aset ketika sudah habis waktu kesepakatan nilai asetnya harus nol sehingga dalam hal ini tidak ada yang dirugikan,” jelasnya.

Selain itu, dirinya juga mencontohkan terkait program Bupati 100 desa wisata. Dimana rata rata komposisinya, tergabung dengan perhutani. Sehingga, solusinya agar program 100 desa wisata berjalan, maka diperlukan MoU.

“Pada program 100 desa wisata yang rata rata komposisinya tergabung dengan perhutani, maka solusinya harus ada MoU antara pemerintah daerah dan perhutani sehingga pemerintah daerah bisa membangun,” paparnya. (mil/sit)

Advertisement
Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas