Politik

Nilai Ganti Rugi Lahan Tak Sesuai, Warga Desa Sumurup Wadul DPRD Trenggalek

Diterbitkan

-

Nilai Ganti Rugi Lahan Tak Sesuai, Warga Desa Sumurup Wadul DPRD Trenggalek
HEARING: Suasana hearing warga terdampak Bendungan Bagong dengan Komisi I di Aula Kantor DPRD Trenggalek. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Tidak terima dengan harga yang dipasang tim apprasial atas ganti rugi lahan terdampak Bendungan Bagong, warga Desa Sumurup wadul ke DPRD Trenggalek. Keluh kesah warga tersebut, diterima langsung Komisi III DPRD dan meminta agar wakil rakyat mau mengawal proses pembebasan lahan serta mempertemukan dengan tim apprasial.

Warga sendiri sengaja menyampaikan aspirasi ke DPRD, karena merasa janggal atas nilai lahan yang ditetapkan tim apprasial. Padahal, seperti yang diketahui jika proses pembebasan lahan ini nantinya akan diganti oleh Pemerintah Pusat.

“Hari ini kita kedatangan warga dari Desa Sumurup, Kecamatan Bendungan. Mereka ke sini, atas dasar ingin mengetahui semua proses pembebasan lahan secara transparan. Menurutnya, harga yang dipasang tim apprasial dirasa tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” ungkap Wakil Ketua Komisi I DPRD Trenggalek, Guswanto, Kamis (10/02/2022).

Dikatakan Politisi PDI-Perjuangan ini, warga yang datang ke DPRD Trenggalek kali ini merupakan kelompok masyarakat Desa Sumurup, yang memiliki 119 petak lahan. Warga meminta, agar proses pembebasan lahan diulang kembali. Hal itu, dirasa perlu dilakukan karena harga yang ditentukan sangat jauh dengan harga yang ada di lapangan.

Dirinya mencontohkan, suatu bangunan dengan luas tanah 68 hektar dinilai Rp 168 juta. Sedangkan ada yang memiliki tanah dengan luas 48,3 hektar, namun dengan bentuk rumah yang bagus, malah dihargai Rp 153 juta.

Advertisement

“Dari contoh itu, tentu warga tidak terima dan menimbulkan gejolak di masyarakat,” imbuhnya.

Baca juga :

Nantinya, Komisi I akan segera memanggil OPD maupun instansi terkait yang terlibat dalam hal pembebasan lahan pembangunan Bendungan Bagong. “Selanjutnya, akan kita panggil untuk dimintai keterangan, biar semuanya jelas dan tidak hanya dari satu pihak saja. Seperti Tim Apprasial, Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas PUPR, dan kuga Camat Bendungan. Jadi, kita akan segera lakukan mediasi, apa yang jadi patokan Tim apprasial dalam menentukan seberapa harga aset. Misalnya kayu yang dimiliki warga, dihargai sekian apa dasar hukumnya. Apa semua tumbuhan itu dihitung sama atau diklasifikasikan menurut jenisnya atau gimana,” tutur Guswanto.

Pada dasarnya, warga Desa Sumurup  merasa tidak keberatan bahkan mendukung adanya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bagong. Akan tetapi, masalah yang dihadapi masyarakat saat ini adalah nilai harga lahan terdampak yang tidak memiliki acuan. Sehingga, proses pembebasan lahan masyarakat dinilai asal-asalan.

“Dalam pertemuan selanjutnya, kita akan hadirkan semua pihak yang bersangkutan dengan pembebasan lahan Bendungan Bagong. Jika memang perlu diulang, ya akan diulang. Makanya, kita tampung dulu aspirasi mereka sekarang. Nanti kita akan cari solusi terbaiknya seperti apa,” tegasnya.

Guswanto menambahkan, terkait permasalahan nilai ganti rugi lahan terdampak Bendungan Bagong, sebelumnya sudah ada yang terselesaikan. “Sebenarnya, masalah ganti rugi lahan terdampak itu sudah ada yang terselesaikan. Yang sudah selesai ada  57 lahan. Sedangkan yang datang ke sini dan meminta untuk dilakukan apprasial ulang, adalah mereka yang memiliki 119 petak,” papar Guswanto. (mil/sit)

Advertisement
Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas