Hukum & Kriminal

Upacara Adat Longkangan, Wujud Syukur Nelayan Munjungan Atas Hasil Laut Melimpah

Diterbitkan

-

Upacara Adat Longkangan, Wujud Syukur Nelayan Munjungan Atas Hasil Laut Melimpah
ADAT: Suasana upacara adat Longkangan di Kecamatan Munjungan. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Wakil Bupati Trenggalek, Syah Natanegara, menghadiri Pahargyan Adat Longkangan di Kecamatan Munjungan. Longkangan ini, merupakan upacara adat masyarakat dan nelayan Munjungan. Upacara adat ini, dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, atas melimpahnya tangkapan hasil melaut.

Tradisi ini, juga sebagai peringatan kepada leluhur yang membuka kawasan Munjungan utamanya Rara Puthut yang konon oleh Ratu Pantai Selatan dipercaya menguasai kawasan Pantai Ngampiran, Blado, Sumbreng dan Ngadipuro Munjungan. Adat Longkangan sendiri, rutin diperingati di Pantai Blado yang terletak di Desa Munjungan, Kecamatan Munjungan.

“Kegiatan ini sebagai bentuk ungkapan syukur atas hasil laut yang dilakukan warga masyarakat nelayan di Teluk Sumbreng, Kecamatan Munjungan, yakni larungkan tumpeng agung ke lautan. Pelarungan tumpeng ini dilakukan turun temurun dan rutin digelar setiap tahun. Diharapkan, ini mampu menggeliatkan perputaran ekonomi masyarakat,” ungkap Wabup Syah, Selasa (13/06/2023) siang.

Mantan anggota DPRD Trenggalek ini mengatakan, bahwa semakin banyaknya event yang digelar, membuktikan perekonomian yang ada di Trenggalek kian menggeliat. “Longkangan ini adalah salah satu adat yang ada di Kecamatan Munjungan yang dikatakan sudah berusia sekitar 174 tahun, jadi sudah ada sejak lama,” imbuhnya.

Untuk waktu pelaksanaan sedekah laut Longkangan, tambahnya, dilakukan di tiap Selo penanggalan Jawa. Upacara adat ini biasa dilakukan pada siang hari menjelang sore. Dengan diawali Kirab Tumpeng Agung dari Pendopo Kecamatan Munjungan sampai di Pantai Blado yang dipimpin langsung oleh Camat Munjungan dan semua Kepala Desa se Kecamatan Munjungan.

Advertisement

Baca juga:

Kirab ini diiringi oleh dayang-dayang serta rombongan jaranan yang berpakaian adat Jawa.

Sesampainya di Pantai Blado, prosesi Longkangan dimulai. Seperti Labuh Larung Sembonyo, dalam tradisi Longkangan ini juga wajib ada kesenian tayub untuk pelengkap prosesi ini.

“Ini juga salah satu upaya untuk menjaga kelestarian alam, jadi tidak hanya kelestarian budaya tapi alamnya juga. Karena masyarakat Munjungan meyakini ketika menjaga lautnya InsyaAllah kita juga akan dijaga oleh laut,” terang Wabup Syah.

Suami Fatihatur Rohmah ini menambahkan, bahwa hal ini menunjukkan bahwasannya di Trenggalek utamanya di masing-masing daerah mempunyai sejarah yang akrab dengan ritual-ritual suci. Salah satunya Longkangan ini.

“Yang jelas acara seperti ini perlu kita lestarikan, pasalnya Trenggalek ada karena memang sejarahnya seperti ini. Ini merupakan bentuk perwujudan rasa syukur masyarakat. Saya harap Allah berkenan memberikan keselamatan dan kemakmuran khususnya Munjungan dan Kabupaten Trenggalek,” tuturnya.

Advertisement

Sementara itu, Plt Camat Munjungan, Yusuf Widharto, berharap melalui adat Longkangan sebagai wujud syukur, tidak hanya nelayan namun seluruh masyarakat. Agar ke depan hasil laut semakin melimpah. “Semoga melalui kearifan lokal ini bisa menjadi wadah bagi masyarakat untuk saling berkolaborasi dan bergotong royong menuju Kecamatan Munjungan yang sumbut,” kata Yusuf.

Seperti yang terlihat di lokasi, setiap Longkangan ini digelar, masyarakat Munjungan dan sekitarnya maupun wisatawan selalu berduyung-duyung menyaksikan upacara adat ini. Baik di sepanjang jalan yang dilewati rombongan kirab maupun di lokasi upacara adat ini.

“Sebagai puncak acara adat Longkangan ini, masyarakat menghanyutkan (melarung, red) Tumpeng Agung di tengah lautan Pantai Blado. Nelayan bersama-sama melarung tumpeng usai itu mereka berpesta dan nelayan diperbolehkan melaut lagi. Sebab sebelumnya beberapa hari sebelum upacara dimulai, dilarang melaut terlebih dulu,” jelasnya. (mil/gie)

Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas