SEKITAR KITA

Wabup Trenggalek Dukung Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogja sebagai Hari Besar Nasional

Diterbitkan

-

Wabup Trenggalek Dukung Serangan Umum 1 Maret 1949 di Jogja sebagai Hari Besar Nasional
SEMINAR: Wakil Bupati Trenggalek, Syah Natanegara saat mengikuti seminar nasional secara virtual. (memontum.com/mil)

Memontum Trenggalek – Wakil Bupati Trenggalek, Syah Muhammad Natanegara, mendukung upaya pemerintah menjadikan momentum serangan umum 1 Maret 1949 sebagai hari besar nasional. Dukungan ini, disampaikan Wabup Trenggalek saat mengikuti seminar nasional yang digelar Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan tema Serangan Umum di Jogja, Indonesia Masih Ada.

Dukungan Pemerintah Kabupaten Trenggalek terhadap peristiwa ini untuk dijadikan menjadi hari besar nasional diwujudkan dalam sebuah surat pernyataan atau piagam. “Selama ini kita mengenal 1 Maret itu sebagai hari yang bersejarah bagi kita dalam melawan Agresi Militer Belanda di Jogja,” ungkap Wabup Syah di ruang kerjanya, Selasa (16/11/2021).

Ditegaskan Wabup, bahwa Pemkab Trenggalek memiliki hubungan yang cukup dekat dengan Jogja. Baik secara kultur maupun di sejarah Matraman dulu.

“Sehingga kita berharap ini tidak hanya dijadikan satu momentum saja, tetapi dijadikan momentum peringatan dihati masing-masing masyarakat Indonesia,” imbuhnya.

Mendapatkan kemerdekaan itu tidak gratis, suami Fatihatur Rohmah ini menegaskan, jika pihaknya mempunyai kewajiban untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan ini guna menjadikan Indonesia lebih baik lagi. “Kita wajib untuk mempertahankan dan mengisi itu semua, agar supaya Indonesia bisa lebih baik,” terang Wabup.

Advertisement

Seperti diketahui, peristiwa serangan umum 1 Maret 1949 sendiri, merupakan serangan terhadap Kota Yogyakarta secara besar-besaran yang direncanakan dan dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi III/GM III.

Baca juga :

Dikutip dari laman Kemendikbud, serangan umum 1 Maret 1949 merupakan sebuah respons atas Agresi Militer Belanda ke-II yang menjadikan Yogyakarta sebagai sasaran utamanya. Saat itu, Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia karena situasi di Jakarta tidak aman setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Situasi Yogyakarta sebagai ibu kota negara saat itu sangat tidak kondusif. Keadaan tersebut diperparah propaganda Belanda di dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada. Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengirimkan surat kepada Letnan Jenderal Soedirman untuk meminta izin diadakannya serangan. Jenderal Sudirman menyetujuinya dan meminta Sri Sultan HB IX untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade 10/Wehrkreise III.

Setelah perencanaan yang matang, tanggal 1 Maret 1949 atau pagi hari, serangan secara besar-besaran yang serentak dilakukan di seluruh wilayah Yogyakarta dan sekitarnya dimulai, dengan fokus serangan adalah Ibukota Republik, Yogyakarta. Pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB, sewaktu sirene dibunyikan serangan segera dilancarkan ke segala penjuru kota.

Dalam penyerangan ini Letkol Soeharto langsung memimpin pasukan dari sektor barat sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno. Untuk sektor kota sendiri ditunjuk Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki sebagai pimpinan. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama 6 jam. Tepat pukul 12.00 siang, sebagaimana yang telah ditentukan semula, seluruh pasukan TNI mundur.

Advertisement

Berhasilnya Serangan Umum 1 Maret ini meskipun hanya mampu menguasai Yogyakarta selama enam jam telah membuktikan bahwa eksistensi tentara Indonesia masih ada. Situasi ini membawa dampak yang sangat besar bagi pihak Indonesia yang sedang bersidang di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Serangan ini sekaligus memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan di Dewan Keamanan PBB. (mil/sit)

Advertisement
Click to comment

Tinggalkan Balasan

Terpopuler

Lewat ke baris perkakas